10.10.10 Beranda

Kampanye

Volunteer

Belasan juta orang hidup bergantung pada Sungai Citarum, dan turut menanggung risiko mematikan dari pencemarannya. Volume sampah yang masuk Sungai Citarum bertambah empat kali lipat hingga meluap, mengantarkan banjir ke pemukiman penduduk di bantaran. Mulai dari limbah tekstil, sampah plastik dan karet, hingga limbah kimia dan medis berakhir di rumah warga dan lahan-lahan subur yang biasanya ditanami palawija oleh petani lokal. Mulai dari penyakit kulit, DBD, diare, ISPA, hingga ancaman stunting menjadi dampak buruk kesehatan dari kotornya Sungai Citarum. Tercatat, sekitar 23% dari pengeluaran BPJS Jawa Barat terpakai untuk menangani masalah kesehatan akibat pencemaran Sungai Citarum.

Berbekal perahu seadanya, dalam satu hari, 70 pemulung binaan Pak Indra membersihkan total 5.600 kilogram sampah. Dengan alat pelindung diri, pemulung mengambil risiko kontak dengan air Sungai Citarum yang terkontaminasi zat kimia dan logam berat, demi melindungi keluarga dan orang-orang yang hidup di bantaran sungai. 

Dengan sampah yang bertambah setiap harinya, kapasitas bawaan perahu Pak Indra tidak lagi mampu menampung jumlah sampah. Perahu tambahan amat sangat dibutuhkan untuk menanggulangi masalah sampah yang terjadi sepanjang daerah aliran Sungai Citarum.

Dengan berdonasi mulai dari Rp10 ribu per bulan, kamu sudah bisa membantu belasan juta orang agar bisa hidup lebih layak dan sehat. Melalui Pak Indra dan Greeneration Foundation, kamu bisa membantu menanggulangi masalah kesehatan akibat pencemaran Sungai Citarum.

Wujudkan sampan harapan untuk Sungai Citarum yang lebih baik dengan berkontribusi bersama Green Fund Digital Philanthropy. Bantu mereka sekarang.

Hanya dengan perahu baru, pelestari Sungai Citarum bisa angkut lebih banyak sampah.

Entaskan Jutaan Ton Sampah Sungai Citarum dengan Sampan Harapan

Ketiadaan biaya membuat Elsa dan empat orang kawannya nyaris putus sekolah. Bagaimana tidak, profesi orangtua mereka sebagai pemulung kerap hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, alih-alih untuk bayar SPP sekolah. Akibatnya, beberapa tahun lalu, Elsa dan anak pemulung lainnya harus berangkat sekolah dengan seragam menguning, sepatu kekecilan, dan tas yang sudah robek. Kondisi mereka kerap menjadikan mereka target perundungan, bukan hanya oleh teman sekolah mereka, tetapi juga dari guru mereka. Tempat di mana mereka harusnya bisa belajar untuk meraih masa depan yang lebih baik dan keluar dari jerat kemiskinan, justru jadi tempat yang tidak aman dan menjatuhkan mental mereka.

Kebanyakan pejuang persampahan adalah pekerja informal yang tidak mendapat jaminan kesehatan. Mereka bekerja pagi hingga malam dengan upah sangat minimal. Padahal, sektor informal mengumpulkan lebih dari 1 juta ton sampah setiap tahunnya, atau sekitar 15% dari total sampah yang terkelola di Indonesia.

Bening Saguling Foundation (BSF) hadir menyelamatkan anak-anak pemulung binaannya. Selain memberikan pekerjaan kepada orangtua mereka (BSF) juga memfasilitasi kebutuhan sekolah seperti uang jajan, hingga alat sekolah yang layak pada anak-anak pemulung. Namun tidak semua anak pemulung seberuntung Elsa, masih banyak juga yang tidak bisa dibiayai oleh BSF sehingga mereka putus sekolah atau berakhir dengan pernikahan dini.

Semua anak berhak mengenyam pendidikan yang layak untuk meraih masa depan yang lebih baik. Dengan berdonasi mulai dari Rp10 ribu per bulan, kamu akan membantu generasi selanjutnya untuk menjadi manusia yang lebih hebat bagi bangsa dan keluarga. Kontribusi dengan aksi bersama Green Fund Digital Philanthropy. Bantu mereka sekarang.

Anak pemulung juga berhak atas pendidikan yang layak. Kamu bantu mereka raih mimpi.

Bantuan Biaya Pendidikan Anak Pejuang Lingkungan

Pak Sukam adalah pejuang lingkungan sekaligus ayah dari 4 orang anak yang masih sekolah. Tiap hari, anak Pak Sukam menempuh jarak puluhan kilometer untuk sampai ke sekolah. Jauhnya jarak diterjang dengan hanya satu sepeda  motor. Selain itu, jarak membuat Pak Sukam harus mengeluarkan ongkos transportasi yang tidak sedikit tiap bulannya. 

Ketiga anak Pak Sukam saat ini bersekolah di tingkat SMA, SD, dan TK. Meskipun jarak sekolah tidak dekat, mereka tetap semangat berangkat sekolah agar bisa menggapai cita-citanya. 

Sebagai siswa, mereka juga membutuhkan fasilitas pendukung pendidikan yang layak. Bisa bersekolah dengan seragam, tas, buku, dan sepatu yang layak adalah berkat dan harapan yang tidak mudah untuk mereka dapatkan. Orang tua mereka yang bekerja mengelola sampah harus banting tulang mencari nafkah. Semua dilakukan semata-mata untuk memperjuangkan pendidikan anaknya sembari memenuhi kebutuhan hidup dasar lainnya.

Anak-anak pejuang lingkungan juga berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Anak-anak Pak Sukam terbilang cukup beruntung. Mereka masih bisa mengenyam pendidikan meskipun dengan kondisi kurang layak. Diluar sana, masih banyak anak-anak pejuang lingkungan yang bekerja di sektor persampahan tidak mendapatkan kesempatan bersekolah.

“Dengan menyalurkan sedikit rezeki kamu senilai Rp. 10.000 di Green Fund Digital Philanthropy, keluarga mereka tidak akan kesulitan memenuhi biaya transportasi yang cukup tinggi sehingga bisa menyediakan perlengkapan pendidikan yang layak seperti buku, tas, seragam dan sepatu”

Fasilitas pendidikan yang layak membantu meningkatkan prestasi dan menyalakan semangat anak-anak pejuang lingkungan untuk melanjutkan pendidikan.

Kebaikanmu Beri Kami Harapan Raih Cita-cita

Sampah Jadi Cita

Pak Sukam adalah seorang pahlawan lingkungan yang bertahun-tahun mengabdikan hidupnya menangani sampah di laut dan destinasi wisata Pantai Pulau Merah, Banyuwangi. Ayah 4 orang anak ini bergantung pada pengelolaan sampah untuk menghidupi keluarganya. Meskipun telah berkontribusi menangani ++800 ton sampah, Pak Sukam masih berjibaku mensejahterakan hidup keluarganya. Minimnya pendapatan membuat ia kesulitan memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Padahal, ia telah berjasa mengelola sampah yang bukan miliknya dan melestarikan lingkungan kita. 

Sementara itu, sampah yang berakhir ke laut jumlahnya semakin banyak. Sebagian sampah itu kembali ke pantai dan mencemari kawasan wisata. Pak Sukam bersama teman-temannya di Emvitrust berjuang meningkatkan sarana dan prasarana pengelolaan sampah di Dusun Pancer yang merupakan kawasan wisata Pantai Pulau Merah. Saat ini, proses pengolahan sampah masih sangat manual, sehingga sampah yang didaur ulang jumlahnya terbatas. Akibatnya, keluarga Pak Sukam dan teman-temannya masih kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

“Semakin banyak sampah yang didaur ulang, lingkungan akan semakin lestari. Hal ini juga akan meningkatkan perekonomian dari pelestari lingkungan. Pak Sukam dan teman-temannya punya kesempatan untuk memiliki kehidupan yang layak.”

Bantu mereka kelola lebih banyak sampah dengan pengadaan triseda. Triseda adalah kendaraan bermotor pengangkut sampah. Donasi yang akan dialokasikan untuk pembelian triseda membantu mereka mengolah ++1.5 ton sampah lebih cepat tiap harinya dan meningkatkan penghasilan karena sampah yang dikelola lebih banyak.

Rp. 10.000 yang kamu donasikan setiap bulan di Green Fund Digital Philanthropy sangat berarti bagi kelestarian laut dan untuk mengubah nasib keluarga Pak Sukam. 

Belum terlambat untuk lestarikan lingkungan dan sejahterakan pejuangnya!

/campaigns/270723090256524365032er_03945.webp

Mengentaskan Sampah Menyambung Kehidupan

Triseda Membawa Berkah

Mari kita bayangkan berapa banyak sehari kita memproduksi sampah? mulai berangkat aktivitas hingga larut malam tidak pernah luput dari sampah baik itu sampah makanan hingga plastik. Pada dasarnya, manusia tidak bisa lepas dari sampah karena dasarnya manusia adalah penghasil sampah. 

Indonesia menghasilkan 34,9 juta ton sampah pada 2022 yang rata-rata perharinya memproduksi 95.500 ton sampah. Jumlah tersebut bilamana dikonversikan setara dengan 12 ton Candi Borobudur sehari. Artinya persoalan sampah yang terjadi semakin signifikan. 

Di Kota Bandung, pada 2022 produksi sampah mencapai angka 581.876,52 ton yang dalam sehari memproduksi 1.594,18 ton. Menurut BPS, angka produksi sampah di kota tersebut meningkat selama tiga tahun terakhir. Persoalan sampah semakin pelik saat TPA Sarimukti terbakar pada Agustus 2023 lalu. Muara akhir persampahan Kota Bandung berakhir TPA Sarimukti yang mana proporsi sebagian besarnya berasal dari Kota Bandung.

Kota Bandung merupakan potret perkotaan yang tak lepas dari masalah sampah lingkungan. Masih banyak kota-kota lain di Indonesia yang patut menjadi perhatian. Kita semua berperan penting dalam mengelola sampah yang kita hasilkan. Sampah yang kita produksi merupakan tanggung jawab kita sendiri. 

Banyak cara untuk mengeola sampah dengan baik mulai dari memilah hingga mengurangi produksi sampah kita sendiri. Di sekitar kita ada kelompok yang beperan penting dalam mengelola sampah yaitu pemulung. 

Pemulung seringkali dianggap sepele dan dipinggirkan. Padahal peran mereka sangatlah penting dalam memilah dan mengeola sampah. Pemulung berada di garis depan dalam mengumpulkan dan memilah sampah namun sayangnya kesejahteraan mereka kurang diperhatikan. 

Memperingari hari ulang tahun ke-10 Greeneration Foundation, kami mengajak Generasi Hijau untuk berpartipasi aktif dalam kampanye menuntaskan persoalan sampah. Selama 10 tahun melalui berbagai program dan kegiatan, Greeneration Foundation telah membantu lebih dari 32 ribu penerima manfaat dalam isu lingkungan termasuk khususnya masalah persampahan. 

Dengan platform Green Fund Digital Philanthropy, Greeneration Foundation memiliki spirit 10-10-10 yang artinya berkomitmen untuk merestorasi masalah lingkungan selama 10 tahun dengan menarget 10 juta penduduk melalui upaya berdonasi 10 ribu setiap bulannya. 

Generasi Hijau, mari kita sebarkan campaign dan berdonasi untuk menuntaskan persoalan sampah. 

/campaigns/260824110734213695765wablasthutke-10greenerationfoundation(2).png

Hubungi Kami